Pemerintah Indonesia berencana mendirikan 70.000 Koperasi Desa Merah Putih sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan memperkuat perekonomian lokal. Namun, rencana ambisius ini justru memunculkan konflik kepentingan dan perbedaan pandangan di berbagai kalangan, terutama terkait dengan keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang sudah lebih dulu eksis dan berperan penting dalam pengelolaan ekonomi desa.
Konflik ini muncul karena adanya tumpang tindih fungsi dan persaingan pengelolaan aset desa antara BUMDes dan koperasi yang direncanakan. Artikel ini akan mengupas bagaimana Koperasi Multi Pihak (KMP) dapat menjadi solusi inovatif dalam menyelaraskan kepentingan semua pihak, sehingga koperasi desa dapat berjalan harmonis bersama BUMDes.
Dalam praktiknya, BUMDes dan koperasi memiliki tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa. Namun, konflik muncul karena perbedaan dalam:
Struktur Pengelolaan dan Kepemilikan:
BUMDes adalah entitas ekonomi desa yang berbasis pada aset dan modal milik pemerintah desa.
Koperasi, di sisi lain, berbasis pada keanggotaan dan kontribusi langsung masyarakat.
Fungsi dan Ruang Lingkup:
BUMDes berfungsi sebagai pengelola aset desa dan sumber pendapatan asli desa (PAD).
Koperasi fokus pada pelayanan ekonomi anggota dan penguatan gotong royong masyarakat.
Potensi Tumpang Tindih Usaha:
BUMDes sering menjalankan unit usaha seperti toko desa, simpan pinjam, atau distribusi hasil bumi.
Koperasi desa pun merencanakan hal serupa, sehingga rentan terjadi persaingan tidak sehat.
Koperasi Multi Pihak (KMP) dapat meredam konflik ini dengan mengintegrasikan kepentingan BUMDes dan masyarakat dalam satu wadah. Berikut adalah alasan mengapa KMP dapat menjadi solusi:
KMP memungkinkan berbagai pihak dengan peran berbeda untuk tergabung dalam satu badan hukum koperasi. Dalam konteks desa, pihak-pihak yang terlibat dapat mencakup:
BUMDes sebagai Pemegang Saham Kolektif Desa: Mengelola aset dan menyumbang modal utama.
Anggota Masyarakat Desa: Meliputi petani, nelayan, pedagang kecil, dan pekerja lokal.
Investor Swasta atau Lembaga Keuangan: Mendukung permodalan dan investasi strategis.
Kelompok Pemuda Desa: Berperan dalam inovasi digital dan pemasaran.
Dengan skema ini, BUMDes tetap memiliki peran strategis dalam koperasi, tetapi tidak mendominasi. Justru, partisipasi masyarakat meningkat dengan pembagian peran yang lebih transparan dan adil.
KMP menawarkan struktur tata kelola demokratis yang menjamin keterwakilan setiap pihak secara proporsional. Artinya:
Pemerintah Desa melalui BUMDes dapat memiliki hak suara sesuai kontribusi modal.
Anggota masyarakat memiliki hak suara sesuai perannya dalam koperasi.
Investor dan Mitra Strategis mendapatkan hak khusus berdasarkan kontribusi investasi.
Model ini memastikan bahwa tidak ada satu pihak yang mendominasi dan keputusan diambil berdasarkan musyawarah bersama, sehingga potensi konflik kepentingan dapat diminimalkan.
Dalam konteks Koperasi Desa Merah Putih, model KMP memungkinkan:
Sinergi Usaha Desa: BUMDes tetap menjalankan fungsi pengelolaan aset strategis, sementara koperasi fokus pada pelayanan ekonomi anggotanya.
Pembagian Hasil dan Tanggung Jawab yang Jelas: BUMDes dapat mengambil peran sebagai fasilitator sekaligus pemodal, sedangkan koperasi menjalankan kegiatan ekonomi produktif seperti simpan pinjam, perdagangan, atau pengolahan hasil bumi.
Transparansi dan Akuntabilitas: Dengan adanya pemisahan hak dan kewajiban setiap pihak, semua transaksi dan aliran dana akan lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
KMP membuka peluang pembiayaan yang lebih luas dan beragam, seperti:
Kerjasama dengan perbankan atau fintech lokal untuk mendukung modal kerja.
Penggalangan dana melalui model tokenisasi aset, sehingga komunitas juga berperan aktif dalam investasi.
Sinergi CSR dari perusahaan besar yang ingin berkontribusi pada penguatan ekonomi desa.
Dengan model pembiayaan yang lebih fleksibel, KMP dapat berkembang lebih cepat dan tidak membebani anggaran desa secara langsung.
Generasi muda sering kali terpinggirkan dalam tata kelola BUMDes yang umumnya didominasi oleh tokoh masyarakat. KMP memberikan ruang lebih luas bagi kaum muda untuk terlibat aktif dalam:
Inovasi Teknologi dan Digitalisasi Koperasi: Seperti aplikasi keuangan koperasi berbasis blockchain.
Pemasaran Produk Desa Secara Digital: Memanfaatkan e-commerce dan media sosial untuk memperluas pasar.
Kreativitas Sosial dan Ekonomi Baru: Mendorong inovasi di sektor pertanian cerdas, energi terbarukan, dan ekowisata.
Pendirian Koperasi Desa Merah Putih adalah langkah strategis dalam memperkuat perekonomian desa. Namun, konflik kepentingan antara BUMDes dan koperasi biasa dapat menghambat keberhasilan program ini. Oleh karena itu, mengadopsi model Koperasi Multi Pihak (KMP) menjadi solusi terbaik yang mengakomodasi kepentingan pemerintah desa, masyarakat, investor, dan pemuda dalam satu wadah kolaboratif.
KMP mampu mengurangi ego sektoral, meningkatkan partisipasi lintas generasi, dan memaksimalkan potensi ekonomi desa secara inklusif. Pemerintah perlu mempertimbangkan model ini sebagai bentuk inovasi kelembagaan dalam merealisasikan program Koperasi Desa Merah Putih, agar keberlanjutan dan kesejahteraan desa benar-benar dapat diwujudkan.
Dengan demikian, KMP bukan hanya sebagai alternatif, tetapi solusi konkret untuk mengharmonisasi kepentingan antar pihak, mendorong sinergi, dan memaksimalkan kebermanfaatan bagi masyarakat desa.