Dalam sejarahnya, karya tulis selalu bergantung pada medium dan sistem distribusi yang berlaku pada masanya dari manuskrip kuno, percetakan Gutenberg, hingga era platform digital. Namun seiring dengan makin kompleksnya persoalan hak cipta, distribusi global, dan nilai ekonomis dari konten, muncul kebutuhan untuk struktur distribusi baru yang lebih adil, transparan, dan tahan sensor. Teknologi blockchain hadir menjawab kebutuhan tersebut dengan paradigma baru dalam hal kepemilikan, akses, dan insentivisasi karya intelektual.
Dalam lintasan sejarah pemikiran tentang seni dan literasi, karya tulis telah lama diperbincangkan dalam kerangka nilai, kepemilikan, dan makna. Walter Benjamin, Roland Barthes, dan Michel Foucault memberikan kerangka teoritis penting untuk memahami bagaimana karya seni dan teks berkembang nilainya melalui teknologi dan konteks sosial. Kini, dengan hadirnya teknologi blockchain, permaweb, dan NFT, kita menyaksikan sebuah lompatan konseptual dalam bagaimana tulisan diproduksi, didistribusikan, dan dimiliki.
Walter Benjamin, dalam esainya The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction, menyatakan bahwa seni kehilangan aura-nya ketika direproduksi secara massal. Aura, dalam pengertian Benjamin, adalah keunikan dan kehadiran asli karya seni yang hanya bisa dirasakan dalam konteks aslinya di tempat dan waktu penciptaannya. Buku-buku yang dicetak ribuan kopi kehilangan aura itu, karena tak ada yang membedakan satu salinan dengan yang lain.
Namun, blockchain menghadirkan mekanisme digital yang secara paradoks membangkitkan kembali aura itu. Setiap karya tulis yang dicetak sebagai WriteNFT memiliki hash unik, timestamp, dan asal-usul kepemilikan yang tak bisa dipalsukan. Dengan sistem ini, satu artikel bukan lagi hanya salinan, tapi menjadi artefak digital yang bisa diverifikasi aura kembali hidup dalam bentuk baru, yakni keaslian on-chain.
Roland Barthes, dalam The Death of the Author, berargumen bahwa makna tidak lagi dimiliki oleh penulis, tapi oleh pembaca. Setelah sebuah teks diterbitkan, niat penulis tidak lagi menjadi rujukan utama dalam menafsirkan makna. Pengarang “mati” begitu karyanya dilepaskan.
Blockchain tidak menentang gagasan Barthes, namun justru memberikan ruang baru: penulis memang tidak bisa mengontrol interpretasi, tetapi kini ia bisa mengontrol distribusi, hak royalti, bahkan membuktikan keterkaitannya dengan karya lewat tanda tangan digital. Blockchain bukan menghidupkan kembali pengarang sebagai otoritas makna, melainkan sebagai subjek ekonomi dan identitas yang dapat diverifikasi.
Michel Foucault, dalam What is an Author?, menyoroti bahwa pengarang bukan hanya individu, melainkan fungsi sosial yang mengatur bagaimana teks diterima, diklasifikasi, dan diberi makna. Di dunia penerbitan konvensional, fungsi pengarang ini sering dibentuk oleh lembaga seperti penerbit atau akademisi. Di ekosistem permaweb, fungsi pengarang menjadi lebih cair: seseorang bisa menulis di bawah pseudonim, namun tetap mendapatkan pengakuan dan reputasi berkat keterlacakan identitas on-chain-nya.
Dalam dunia penerbitan konvensional, penulis seringkali hanya menjadi bagian kecil dari rantai distribusi. Tulisan diubah oleh editor, diseleksi oleh penerbit, dan dibaca dalam konteks pasar. Distribusi pun sangat tergantung pada lembaga. Sementara itu, permaweb dan WriteNFT membalikkan struktur ini. Karya diterbitkan langsung oleh penulis, tidak dapat dihapus, dan tersedia untuk siapa saja tanpa batas wilayah atau sensor.
Dengan smart contract, penulis bisa menerima royalti otomatis tiap kali NFT tulisannya berpindah tangan. Setiap interaksi, like, komentar, remix atau bahkan terjemahan dapat dimodelkan secara ekonomi dan teknis dalam protokol. Ini membuka potensi baru dalam penghargaan dan distribusi karya yang tak pernah terjadi sebelumnya.
WriteNFT (Scribe) memungkinkan siapa pun untuk menulis dan menerbitkan tulisan mereka secara langsung ke blockchain. Hal ini memberi rekam jejak yang tak bisa dimanipulasi, sekaligus melampaui mekanisme penerbitan tradisional yang sering elitis dan gatekept.
Dalam konteks ini, WriteNFT menjadi alat cetak baru, tetapi bukan dengan tinta dan kertas, melainkan dengan hash dan smart contract.
ERC-4907 memungkinkan pemisahan antara kepemilikan dan hak guna, yang mencerminkan teori kegunaan dan nilai dari John Locke: nilai suatu barang tidak hanya dari kepemilikan, tetapi juga dari kerja dan fungsi penggunaannya. Komik, jurnal, atau puisi bisa disewakan tanpa kehilangan NFT aslinya. Hal ini memungkinkan ekosistem literary-as-a-service tanpa kehilangan nilai estetika dan finansialnya.
DeSci mengupayakan bahwa sains tidak dimonopoli oleh jurnal dan lembaga tertentu. Dengan DAO riset dan NFT data, peneliti bisa mempublikasikan protokol, data mentah, dan hasil analisis secara terbuka dan menerima insentif langsung dari komunitas. Hal ini selaras dengan gagasan Karl Popper tentang falsifikasi terbuka, di mana ilmu harus bisa diuji dan dipertanggungjawabkan secara publik.
Teknologi blockchain saat ini sudah memasuki fase di mana ia tidak lagi hanya identik dengan crypto dan spekulasi, melainkan telah berkembang menjadi infrastruktur digital untuk kepemilikan, distribusi, dan insentivisasi data termasuk karya tulis, komik/manga, dan penelitian akademik.
Berikut beberapa aspek/infrastruktur yang dapat mendukung dalam distrubis dan penerbitan karya:
Blockchain memberikan tiga pilar kuat untuk karya digital:
Dengan NFT (Non-Fungible Token), sebuah karya (teks, gambar, PDF, dataset, dll.) dapat:
Di-minting sebagai token unik (misalnya dengan standar ERC-721 atau ERC-1155).
Mencantumkan penciptanya secara on-chain, tak bisa dipalsukan atau dihapus.
Mendapat timestamp otentik kapan karya itu dibuat atau dipublikasikan.
File karya dapat disimpan melalui:
IPFS/Arweave (permanen, tahan sensor).
Dihubungkan dengan NFT metadata sebagai referensi.
Smart contract dapat mengatur:
Pembayaran otomatis per akses, cetak, atau baca (misalnya menggunakan ERC-4907).
Model lisensi atau sewa hak baca dengan waktu terbatas tanpa kehilangan kepemilikan asli.
WriteNFT memungkinkan siapa saja untuk menulis esai, cerita pendek, atau karya tulis lainnya, lalu mempublikasikannya sebagai NFT.
Penulis pemula tidak butuh penerbit tradisional.
Setiap publikasi memiliki hash unik dan permanen, tidak bisa disalin sembarangan tanpa kredit.
Bisa di-mint secara gratis (dengan mekanisme sponsor atau lazy minting) dan dijual atau dikoleksi.
WriteNFT bisa menjadi pengganti DOI (Digital Object Identifier) berbasis Web3.
ERC-4907 menambahkan fungsi "sewa" pada NFT, cocok untuk:
Sewa buku digital.
Akses terbatas pada konten premium (misalnya komik, jurnal, skripsi, atau video riset).
Karya masih milik pencipta, tetapi pengguna bisa menyewa untuk waktu tertentu.
Contoh:
Komik NFT bisa disewakan selama 7 hari dengan harga tertentu, setelah itu akses otomatis kadaluwarsa.
DeSci membuka peluang baru dalam:
Penerbitan riset tanpa jurnal besar.
Pembiayaan riset via NFT, DAO, dan token.
Menjual data, temuan, atau protokol lab dalam bentuk data NFT (misalnya: hasil eksperimen, skrip analisis, bahkan paper).
Menghapus hambatan akses (open science).
Mendorong kolaborasi lintas negara melalui DAO riset.
Royalti langsung ke peneliti, bukan institusi.
Langsung mempublikasi dan mendapat pengakuan.
Tidak perlu platform sentral atau penerbit besar.
Bisa menerima donasi, royalty, atau penjualan langsung dari pembaca.
Bisa mengoleksi, membaca, menyewa, atau mendanai karya secara transparan.
Akses tak dibatasi oleh geografi, politik, atau pasar.
IP publik bisa diberi lisensi NFT.
Smart contract mengatur hak pakai, hak distribusi, dan monetisasi otomatis.
Tidak ada monopoli metadata karena semua bersifat open ledger
Blockchain menawarkan paradigma baru yang tidak hanya teknologis, tetapi juga filosofis dalam memaknai eksistensi karya tulis. Ia menggabungkan nilai orisinalitas, distribusi demokratis, dan partisipasi komunitas, menjadikannya relevan dalam konteks digital yang kian tak terbatasi oleh geografi atau institusi. Dengan memulihkan keaslian digital, membuka akses partisipatif, serta menciptakan model insentif yang lebih adil, blockchain bukan hanya teknologi melainkan tawaran etis dan filosofis bagi masa depan pengetahuan dan ekspresi manusia.
Seperti yang diungkapkan Lawrence Lessig, kreativitas dibangun di atas masa lalu, namun terlalu sering dikekang oleh warisan yang ingin mempertahankan kuasa. Dalam konteks ini, blockchain menghadirkan harapan: bahwa karya tulis, komik, riset, dan ekspresi sastra dapat hidup dan berkembang tanpa harus tunduk pada batasan masa lalu, melainkan menjadi milik kolektif yang otentik, terbuka, dan berkelanjutan.
Dengan demikian, kita tidak hanya sedang menyusun ulang infrastruktur penerbitan, melainkan juga mengukuhkan kembali kebebasan intelektual di era digital.
salam olahraga.....
Daftar Pustaka:
Benjamin, Walter. The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction. In Illuminations, trans. Harry Zohn. Schocken Books, 1969.
Barthes, Roland. The Death of the Author. In Image-Music-Text, trans. Stephen Heath. Hill and Wang, 1977.
Foucault, Michel. What Is an Author? In Language, Counter-Memory, Practice: Selected Essays and Interviews, ed. Donald F. Bouchard. Cornell University Press, 1977.
Locke, John. Second Treatise of Government. Hackett Publishing, 1980.
Ethereum Foundation. “ERC-721: Non-Fungible Token Standard.” https://eips.ethereum.org/EIPS/eip-721
Ethereum Foundation. “ERC-4907: Rental NFTs with Expiry.” https://eips.ethereum.org/EIPS/eip-4907
DeSci Foundation. “A Primer on Decentralized Science.” https://www.desci.com/
Arweave Docs. “Permaweb: A New Way to Store Data Permanently.” https://arweave.org/technology
IPFS Documentation. “InterPlanetary File System.” https://docs.ipfs.tech/
Kotarominami
Support dialog