Bahasa daerah adalah bagian penting dari kekayaan budaya Indonesia. Setiap ungkapan dalam bahasa daerah tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga menyimpan nilai-nilai luhur dan filosofi hidup masyarakatnya. Salah satu ungkapan penuh makna dalam bahasa Sunda adalah "wantun galeuh, teu wantun ulah geuleuh." Ungkapan ini sering kali digunakan dalam percakapan sehari-hari, namun di balik kata-kata sederhananya, tersembunyi pelajaran hidup yang relevan sepanjang zaman.
Ungkapan ini memiliki daya tarik tersendiri karena mencerminkan cara pandang orang Sunda terhadap keberanian, tanggung jawab, dan etika sosial. Dalam konteks kehidupan modern, maknanya bisa dikaitkan dengan keberanian mengambil keputusan besar, termasuk dalam memilih jalan hidup yang mungkin tidak sejalan dengan kebanyakan orang.
Memahami makna dari ungkapan-ungkapan seperti ini penting bukan hanya untuk melestarikan budaya lokal, tetapi juga untuk menggali kebijaksanaan yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih di era digital seperti sekarang, nilai-nilai lokal yang penuh filosofi bisa menjadi konten yang kuat untuk membentuk karakter dan memperkaya perspektif pembaca.
Ungkapan "wantun galeuh, teu wantun ulah geuleuh" merupakan bagian dari warisan kearifan lokal masyarakat Sunda yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan. Untuk memahami makna dalam ungkapan ini secara mendalam, kita perlu menguraikannya satu per satu.
Wantun berarti berani. Kata ini menggambarkan sikap mental yang siap menghadapi risiko atau tantangan.
Galeuh adalah bentuk tutur lisan dari kata "meuli" atau membeli. Dalam konteks ini, membeli bisa diartikan sebagai mengambil keputusan atau mengambil kesempatan.
Geuleuh berarti jijik atau nyinyir. Ini mencerminkan sikap meremehkan, mengejek, atau mencibir sesuatu yang dianggap tidak disukai atau tidak mampu dijangkau.
Jika digabungkan, ungkapan ini memiliki arti umum:
“Kalau kamu berani membeli (mengambil), silakan. Tapi jika tidak berani, jangan malah mencibir atau meremehkan.”
Ungkapan ini tidak sekadar membahas soal membeli secara literal, tetapi menjadi sindiran halus terhadap orang yang sering mencemooh sesuatu hanya karena mereka tidak sanggup atau tidak punya keberanian untuk mencapainya. Dalam kehidupan sehari-hari, ungkapan ini sering terdengar saat seseorang berkomentar negatif tentang sesuatu yang mahal, eksklusif, atau tidak umum, padahal mereka sendiri tidak mampu atau tidak siap menanggung konsekuensinya.
Contohnya, ketika seseorang melihat orang lain menjalani gaya hidup yang tidak biasa, seperti menjadi pengusaha muda, digital nomad, atau memilih jalur karier yang jarang, mereka mungkin memberi komentar sinis. Padahal, jalan hidup seperti itu membutuhkan keberanian, kerja keras, dan komitmen tinggi. Di sinilah ungkapan "wantun galeuh, teu wantun ulah geuleuh" menjadi pengingat untuk bersikap bijak: jika kita tidak siap atau tidak mampu, sebaiknya tidak perlu mencibir.
Ungkapan ini mengajarkan pentingnya etika sosial, pengendalian diri, dan penghargaan terhadap pilihan orang lain. Ini menjadi salah satu perwujudan dari filosofi hidup masyarakat Sunda yang menjunjung tinggi rasa hormat dan tidak mudah menghakimi.
Tidak semua orang berani menempuh jalan hidup yang berbeda dari kebanyakan. Di tengah masyarakat yang sering kali menjunjung keseragaman, keputusan untuk menjalani hidup secara unik sering kali dipenuhi tantangan. Mereka yang memilih tidak mengikuti arus umum kerap menghadapi keraguan, tekanan sosial, bahkan cibiran. Namun justru di sinilah letak nilai penting dari ungkapan Sunda "wantun galeuh, teu wantun ulah geuleuh."
Ungkapan ini secara filosofis menggambarkan keberanian sebagai kunci utama untuk meraih sesuatu yang bernilai. Menjadi berbeda bukanlah kesalahan. Justru sering kali, inovasi dan pencapaian besar datang dari orang-orang yang berani keluar dari zona nyaman. Mereka memilih jalur yang tidak populer, tidak mudah, dan mungkin tidak dipahami oleh lingkungan sekitar. Tapi mereka siap, baik secara mental maupun emosional, untuk menghadapi segala risiko dan konsekuensinya.
Dalam dunia modern, pilihan untuk hidup berbeda bisa bermacam-macam: meninggalkan pekerjaan kantoran demi mengejar passion, membangun bisnis sendiri saat yang lain bermain aman, memilih gaya hidup minimalis di tengah budaya konsumtif, atau mengekspresikan diri lewat karya kreatif yang belum tentu diterima masyarakat luas. Semua ini membutuhkan keberanian luar biasa, bukan hanya untuk memulai, tapi juga untuk bertahan di tengah tantangan.
Ungkapan "wantun galeuh, teu wantun ulah geuleuh" mengajarkan bahwa siapa pun yang menginginkan hasil luar biasa, baik itu kesuksesan finansial, kebebasan waktu, atau kehidupan yang bermakna, harus siap menghadapi risiko yang tidak biasa. Tidak ada pencapaian besar tanpa pengorbanan dan keberanian untuk berbeda. Dan bagi mereka yang tidak siap atau tidak berani menempuh jalan itu, sebaiknya tidak memberikan penilaian yang merendahkan.
Nilai filosofi ini sangat relevan dalam kehidupan saat ini, di mana keberagaman pilihan hidup makin terbuka lebar. Dengan memahami makna mendalam dari ungkapan ini, kita diajak untuk lebih menghargai perjuangan orang lain dan memaknai keberanian sebagai fondasi utama dalam menentukan arah hidup.
Dalam kehidupan sosial, fenomena meremehkan mereka yang memilih jalan berbeda bukanlah hal baru. Banyak orang yang tanpa sadar mudah menghakimi, mencibir, atau bahkan merendahkan mereka yang menjalani hidup di luar pakem umum. Hal ini bisa terlihat dari komentar negatif terhadap gaya hidup alternatif, profesi yang dianggap “tidak biasa,” hingga pilihan hidup yang tidak sesuai ekspektasi mayoritas.
Di sinilah pentingnya menghidupkan kembali nilai dalam ungkapan Sunda “wantun galeuh, teu wantun ulah geuleuh.” Ungkapan ini sangat relevan di tengah budaya yang sering kali lebih cepat menilai daripada memahami. Masyarakat kita butuh lebih banyak empati dan penghargaan terhadap perjuangan orang lain, terutama mereka yang berani mengambil risiko demi memperjuangkan pilihan hidup yang mereka yakini benar.
Setiap orang memiliki latar belakang, mimpi, dan tantangannya sendiri. Tidak adil jika kita langsung memberikan penilaian negatif hanya karena seseorang memilih jalur hidup yang tidak sesuai standar umum. Alih-alih mencibir, lebih bijak jika kita belajar menghargai upaya dan keberanian mereka. Karena sejatinya, menjadi “berbeda” bukan berarti salah, sering kali, itu justru merupakan bentuk keberanian dan kemandirian.
Ungkapan ini juga menjadi cermin untuk introspeksi diri. Apakah kita termasuk orang yang “berani membeli” berani mengambil keputusan, berani menghadapi tantangan hidup? Atau justru hanya menjadi penonton yang nyinyir, mencibir tanpa pernah benar-benar mencoba? Pertanyaan ini penting, karena keberanian sejati tidak diukur dari apa yang kita komentari, melainkan dari apa yang kita jalani.
Dengan memahami makna sosial dari ungkapan ini, kita diajak untuk menjadi pribadi yang lebih rendah hati, bijak dalam bersikap, dan berani dalam mengambil jalan hidup kita sendiri. Dan yang paling penting: tidak menjadi bagian dari mereka yang hanya bisa menertawakan perjuangan orang lain tanpa pernah berani melangkah.
Ungkapan Sunda “wantun galeuh, teu wantun ulah geuleuh” bukan sekadar rangkaian kata tradisional, tetapi merupakan nasihat moral yang kuat dan relevan dalam kehidupan modern. Ungkapan ini mengajarkan bahwa keberanian mengambil keputusan, menghadapi tantangan, dan menghargai pilihan orang lain adalah bagian penting dari kedewasaan dalam bersikap.
Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh tekanan sosial, kita dihadapkan pada berbagai pilihan hidup. Tidak semua orang mampu atau mau mengambil jalur yang berbeda. Namun bagi mereka yang berani, penghargaan dan dukungan jauh lebih berarti daripada penilaian dan komentar negatif. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memiliki keberanian menentukan jalan hidup sendiri, tanpa takut dicemooh, asalkan dijalani dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Lebih dari itu, ungkapan ini juga mengajak kita untuk hidup dengan rasa hormat terhadap perbedaan, menghargai perjuangan orang lain, dan menahan diri dari sikap merendahkan. Karena setiap orang memiliki perjalanannya masing-masing, dan tidak semua perjuangan terlihat dari luar.
Mari jadikan filosofi dari “wantun galeuh, teu wantun ulah geuleuh” sebagai pengingat dalam menjalani kehidupan: beranilah bermimpi, beranilah memilih, dan beranilah bertanggung jawab, tanpa perlu mencibir mereka yang juga berjuang dengan cara mereka sendiri.
Rohmat